Jumat, 21 Januari 2011

ilmu kebidanan

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Program kesehatan ibu dan anak yang telah dilaksanakan selama ini bertujuan untuk meningkatkan status derajat kesehatan ibu dan anak serta menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) (Departemen Kesehatan RI, 2003).  Untuk itu diperlukan upaya pengelolaan program kesehatan ibu dan anak yang bertujuan untuk memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan kesehatan ibu dan anak secara efektif dan efisien (Departemen Kesehatan RI, 2002).
Ayat tentang menyusui anak selama dua tahun, jelas sekali tertulis di dalam Al Qur’an dan itu terdapat pada Qur’an Surat ke 2 (Al Baqarah) ayat ke 233.
 "Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."  (Qs 2 al-Baqarah 233).

Ayat tersebut merupakan perintah Allah kepada kaum ibu untuk menyusukan anaknya selama dua tahun. Dan jika tidak sanggup menyusui anaknya sebelum dua tahun karena sesuatu hal, maka boleh disusukan sama wanita lain, dan hal tidak ada dosa bagi kedua orang tuanya. Ayat tersebut juga mewajibkan kepada kaum lelaki (suami) untuk mencari nafkah bagi istri dan anaknya.
Air Susu Ibu (ASI) adalah makan terbaik untuk bayi, menyusui merupakan proses alamiah, namun sering kita temui ibu-ibu tidak berhasil menyusui dan menghentikan menyusui lebih dini dari yang semestinya. Sebagian besar ibu post partum rata-rata dalam beberapa minggu pertama kehidupan bayinya mengalami masalah pemberian ASI. Padahal pada sebelumnya para ibu lebih memilih untuk menyusui bayi mereka, namun niat baik tersebut dapat memudar salah satunya disebabkan oleh peradangan pada payudara, keadaan ini dapat menyebabkan masalah menetekkan dan beralih pada susu botol serta hal ini dapat menyebabkan bayi bingung puting ketika menyusui.
Beberapa hambatan menyusui antara lain; merasa ASI kurang, kurang memahami penatalaksanaan laktasi, relaktasi, sudah mendapat prelakteal feeding, payudara bengkak, puting sakit, radang payudara (mastitis), ibu bekerja, kurang motivasi keluarga, dan berat badan turun.  (http://www.tabloid-nakita.com/, Hilmansyah)
Mastitis adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan biasanya mengenai payudara. Umumnya, gangguan ini dialami oleh ibu-ibu yang menyusui. Biasanya mumcul antara minggu kedua sampai keenam setelah persalinan. Namun, masalah ini juga dapat muncul lebih awal dari waktu tersebut, atau lebih lama lagi ( Morton,  2002).

Cara menyusui yang kurang baik dapat menimbulkan berbagai macam masalah baik pada ibu maupun pada bayinya misalnya puting susu lecet dan nyeri, radang payudara (mastitis), pembengkakan payudara yang menyebabkan motivasi untuk memberikan ASI berkurang sehingga bayi tidak mendapatkan ASI yang cukup dan akhirnya mengakibatkan bayi kurang gizi. (Huliana, 2003).
Cara menyusui yang baik, penting sekali untuk keberhasilan menyusui. Praktek cara menyusui yang baik dan benar perlu dipelajari  oleh setiap ibu karena menyusui itu bukan satu hal yang reflektif atau instingtif, tetapi merupakan suatu proses. Proses menyusui yang baik bukan hanya untuk ibu yang baru pertama kali melahirkan, tetapi juga untuk ibu yang pernah menyusui anaknya.
Studi terbaru penunjukan kasus mastitis meningkat hingga 12-35 % pada ibu yang puting susunya pecah-pecah dan tidak di obati dengan antibiotik. Namun bila minum obat antibiotik pada saat puting susunya bermasalah kemungkinan untuk terkena mastitis hanya sekitar 5 % saja. Menurut penelitian Jane A. Morton, MD bahwa kasus mastitis terjadi pada tahun pertama seusai persalinan yakni sekitar 17,4%. Dan sekitar 41% kasus mastitis justru terjadi pada bulan pertama setelah melahirkan ( Morton, 2002).
Berdasarkan hasil penelitian persentasi cakupan perempuan menyusui dengan mastitis di Amerika Serikat dari tahun 1994-1998 terdapat ibu post partum didapatkan 9,5 % melaporkan dirinya mastitis (American Journal, 2002)
Menurut data WHO terbaru pada tahun 2008 di Amerika Serikat persentase perempuan menyusui yang mengalami mastitis rata-rata mencapai 10% (Am Fam Physician.2008; 78), dan diperkirakan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang di dunia cakupan persentase kasus mastitis pada perempuan menyusui juga mencapai 10%. Sedangkan di Provinsi Jawa Barat belum diketahuinya persentase data statistic tentang cakupan kasus mastitis pada ibu post partum.
Dari data studi pendahuluan di objek penelitian diketahui ibu yang melahirkan di puskesmas Cikalong periode Januari s.d Juli tahun 2009 oleh tenaga kesehatan sebanyak 242 ibu (87,05%) tercatat 49 ibu (17,63%) dengan gejala peradangan payudara dan oleh dukun terlatih sebanyak 36 ibu (12,95%) tercatat 12 ibu (4,32%) mengalami gejala peradangan payudara.
Disimpulkan persentase cakupan kasus mastitis di Desa Cimanuk Kecamatan Cikalong Kabupaten Tasikmalaya periode Januari s.d Juli tahun 2009 masih tinggi sebesar 21,94% (61/278 ibu). Sedangkan periode Bulan Juni s.d Juli persentase cakupan mastitis sebesar 25,19% (20/80 ibu). Terdapat dua penyebab utama mastitis yaitu statis ASI dan infeksi. Statis ASI biasanya merupakan penyebab primer yang dapat disertai atau berkembang menuju infeksi (Kathleen, 1993 : 67 ).
Tingginya kejadian mastitis di objek penelitian diprediksi salah satunya akibat rendahnya pengetahuan ibu post partum  dalam perawatan postpartum dan dampak yang terjadi terhadap gejala mastitis. Diantaranya pengetahuan tentang pengertian mastitis, penyebab, gejala, pencegahan dan penanganan mastitis masih rendah. Maka berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk mengangkat masalah tersebut dalam penelitian dengan judul ”Gambaran Pengetahuan Tentang Mastitis (Peradangan Payudara) Berdasarkan Karateristik Ibu Post Partum Di Desa Cimanuk Kecamatan Cikalong Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2010” .
B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah yaitu sebagai berikut  Bagimanakah Gambaran  Pengetahuan Tentang Mastitis (Peradangan Payudara) Berdasarkan Karateristik Ibu Post Partum di Desa Cimanuk Kecamatan Cikaolng KabupatenTasikmalaya periode SeptemberOktober 2010.?”
C.  Tujuan Penelitan
  1.  Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan tentang mastitis berdasarkan karateristik ibu post partum di Desa Cimanuk Kecamatan Cikalong Kabupaten Tasikmalaya periode September – Oktober 2010.
  2.  Tujuan Khusus
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mendapatkan gambaran pengetahuan ibu post partum tentang mastitis berdasarkan umur ibu.
b. Untuk mendapatkan gambaran pengetahuan ibu post partum tentang mastitis berdasarkan paritas ibu.
c. Untuk mendapatkan gambaran pengetahuan ibu post partum tentang mastitis berdasarkan pendidikan ibu.


D.  Manfaat Penelitian
a.  Manfaat Teoritis
Dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat mewujudkan wawasan dan pengetahuan tentang mastitis berdasarkan karateristik ibu post partum di Desa Cimanuk Kecamatan Cikalong Kabupaten Tasikmalaya. Sehingga bermanfaat untuk meningkatkan kualitas hidup pada ibu post partum.
b.  Manfaat Praktis
            1.  Bagi Penulis
Menambah pengetahuan serta pengalaman dalam merancang dan melaksanakan penelitian. Selain itu diharapkan juga dapat memberikan manfaat dalam menerapkan teori-teori diperkuliahan.
2.  Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Sebagai informasi untuk tenaga kesehatan yang berperan sebagai pemberi pelayanan kesehatan bagi masyarakat terutama kepada ibu post partum sehingga dapat meningkatkan pelayanannya menjadi lebih optimal.
3.  Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai dokumentasi bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya dalam penelitian sejenis sehingga diperoleh penelitian yang lebih baik.




E.  Keaslian Penelitian
        Penelitian yang berkaitan dengan Mastitis pernah diteliti oleh Yuliana Megawati (2008) dalam rangka pendidikan Diploma III di STIKes YPIB Majalengka jurusan Kebidanan Jalur Umum Tahun 2008 tentang Hubungan Karakteristik Pengetahuan Ibu Post Partum Dengan Mastitis. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif  adapun sampel dalam penelitian tersebut adalah semua ibu nifas UPTD Puskesmas Kertajati dengan teknik pengambilan sampel adalah cross sectional.
            Perbedaan dengan penelitian ini yaitu bahwa penelitian ini mengambil judul Gambaran Pengetahuan Tentang Mastitis ( Peradangan Payudara ) Berdasarkan Karateristik Ibu Post Partum di Desa Cimanuk Kecamatan Cikalong kabupaten Tasikmalaya. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah ibu post partum, dengan teknik pengambilan sampel adalah total sampling. Metode pengumpulan data yaitu data primer yang didapat dari hasil kuisioner.







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.       Kajian pustaka
1.  Pengetahuan
 a. Definisi
Ilmu pengetahuan adalah kumpulan dari pengalaman-pengalaman dan pengetahuan-pengetahuan dari sejumlah orang yang dipadukan secara harmonik dalam suatu bangunan yang teratur (Ircham Mochfoedz, 2005 : 2)
           Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour). Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang disadari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak disadari oleh pengetahuan. Demikian juga apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku yang disadari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap positif, maka perilaku itu tidak disadari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama. (Notoatmodjo, 2003 : 43).
  Dalam penentuan sikap yang utuh, pengetahuan berfikir keyakinan dan emosi memegang peranan penting sebagai contoh dapat dikemukakan, bila seorang ibu pernah mendengar tentang terjadinya mastitis, baik penyebab, akibat, pencegahan dan disadari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap positif, maka perilaku itu tidak disadari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama. (Notoatmodjo, 2003 : 127).
Dalam penentuan sikap yang utuh, pengetahuan, berfikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Sebagai contoh dapat dikemukakan, bila seorang ibu pernah mendengar tentang terjadinya mastitis, baik penyebab, akibat, pencegahan dan sebagainya, maka pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berfikir dan berusaha agar tidak terjadi mastitis pada payudaranya selama menyusui. (Notoatmodjo, 2003 : 127).
 b. Tingkat pengetahuan
Menurut pendapat (Notoatmodjo, 2003 : 130) dalam buku Metodologi Penelitian Kesehatan menyatakan teorinya bahwa Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yakni:
1.    Tahu (know)
Diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk mengingat kembali atau recall terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Merupakan tingkat paling rendah.

2.    Memahami (Comprehension)
Suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3.    Aplikasi (Application)
Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
4.    Analisis (Analysis)
Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam komponen-komponen tetap masih didalam satu struktur organisasi dan masih kaitannya satu sama lain.
5.    Sintesis (Synthesis)
Kemampuan untuk meletakan /menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6.    Evaluasi (Evaluation)
Kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap sesuatu materi atau objek.
c.    Pengukuran pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau kuesioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan pengetahuan tingkat yang dicakup dalam domain kognitif.
Pengukurannya dapat di golongkan menjadi tiga kelompok adalah baik > 75 %, cukup 60 – 75 %, kurang < 60 %.(Notoatmodjo, 2003 : 180).

2.  Post Partum
a.  Definisi
Post Partum adalah mulai setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu akan tetapi, seluruh alat genital baru pulih kembali seperti sebelumnya ada kehamilan dalam waktu 3 bulan (Wiknjosastro, 2005).
Post partum disebut juga masa nifas atau puerperium adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai 6 minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan. (Suherni, 2008: 1).
b.  Perawatan post partum
1.  Mobilisasi
Karena lelah sehabis persalinan, ibu harus istirahat, tidur terlentang selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian boleh miring-miring ke kanan dan ke kiri untuk mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli. Pada hari ke-2 diperbolehkan duduk, hari ke-3 jalan-jalan dan hari ke-4 atau 5 dudah diperbolehkan pulang. Mobilisasi di atas mempunyai variasi, bergantung pada komplikasi persalinan, nifas dan sembuhnya luka-luka.
2.  Diet
Makanan harus bermutu, bergizi dan cukup kalori. Sebaiknya mengandung makan-makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah-buahan.
3.  Miksi
Hendaknya kencing dapat dilakukan sendiri secepatnya. Kadang-kadang wanita mengalami sulit kencing karena sfingter uretra ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi sphincter ani selama persalinan, juga oleh karena adanya edema kandung kemih yang terjadi selama persalinan. Bila kandung kemih penuh dan wanita sulit kencing, sebaiknya dilakukan kateterisasi.
4.  Defekasi
Buang air besar harus dilakukan 3-4 hari pasca persalinan. Bila masih sulit buang air besar dan terjadi obstipasi apalagi berak keras dapat diberikan obat laksans per oral atau per rektal. Jika masih belum dilakukan klisma.
5.  Perawatan payudara (mammae)
Perawatan mammae telah dilakukan sejak wanita hamil supaya puting susu lemas, tidak keras dan kering sebagai persiapan untuk menyusui bayinya. Bila bayi meninggal, laktasi harus di hentikan dengan cara :
a  .  Pembalutan mammae sampai tertekan
b .  Pemberian obat estrogen untuk supresi Hormon Laktogenik (LH) sepertitablet lynoral dan parlodel.
Dianjurkan sekali supaya ibu menyusukan bayinya karena sangat baik untuk kesehatan bayinya.
6.  Laktasi
  Untuk menghadapi masa laktasi sejak dari kehamilan telah terjadi perubahan-perubahan pada kelenjar mammae yaitu :
a.    Proliferasi jaringan pada kelenjar-kelenjar, alveoli, dan jaringan lemak bertambah.
b.    Keluaran cairan susu jolong dari duktus laktiferus disebut colostrum, berwarna kuning-putih susu.
c.    Hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam, dimana vena-vena berdilatasi sehingga tampak jelas.
d.    Setelah persalinan, pengaruh supresi estrogen progesteron hilang. Maka timbul pengaruh Hormon Laktogenik (LH) atau prolaktin yang akan merangsang air susu. Disamping itu pengaruh oksitosin menyebabkan mio-epitel kelenjar susu berkontraksi sehingga air susu keluar. Produksi akan banyak sesudah 2-3 hari pasca persalinan.



3. Karakteristik Pengetahuan Ibu Post Partum
a. Umur
Umur adalah lamanya seorang individu mengalami kehidupan sejak lahir sampai saat ini (Chaniago, 2002 : 546).
Ibu yang msih muda keadaan psikologisnya belum stabil dengan sendirinya akan lebih banyak timbul antara kasih sayang seorang ibu dan egonya yang masih ingin bebas sebagai orang muda. Hal inilah yang dapat berpengaruh terhadap motivasi untuk memberikan ASI.
Usia reproduksi wanita terjadi pada masa dewasa dini (18-40 tahun). Pada masa ini kemampuan mental yang diperlukan untuk mempelajari dan menyesuaikan diri dari situasi-situasi baru seperti mengingat hal-hal yang dulu pernah kita pelajari. Panalaran analogis dan berfikir kreatif mencapai puncaknya serta kecepatan respon maksimal dalam pelajaran dan menguasai atau menyesuaikan diri dari situasi-situasi tertentu. Terjadi pada masa dewasa ini, terutama pada usia 20-35 tahun. (Hurlock, 1992 : 246).
b. Paritas
Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin hidup, bukan jumlah janin yang dilahirkan.(Bobak, 2005 : 1058). Paritas adalah para, keadaan wanita sehubungan dengan kelahiran anak yang bisa hidup. (Dorland, 1998 : 830).
Paritas bisa memperngaruhi pengetahuan seseorang dimana pengetahuan seseorang diperoleh dari pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain. Misalnya seorang ibu akan memberikan ASI bila ia sudah pernah memberikannya. Para ibu post partum yang baru mempunyai pengalaman menyusui akan memberikan ASI kepada bayinya. Bila ibu mempunyai masalah dalam menyusui dan tidak mempunyai pengetahuan menyusui, ibu akan putus asa dan memberikan susu botol. Pengalaman memberikan ASI seperti menghadapi masalah besar dan kecil dalam penyesuaian pemberian ASI. (Bobak, 2005 : 462).
c.  Pendidikan
Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. (Notoatmodjo, 2003 : 16).
Faktor pendidikan bagi masyarakat suatu negara biasanya berkaitan dengan masalah sumber daya manusia (SDM) baik manusia individu maupun ataupun kelompok sosial. Faktor kesehatan yang mempengaruhi index pembangunan manusia (IPM) diantaranya pendidikan kesehatan di Jawa Barat tahun 2006 diketahui masih berkisar 20% (www.bapeda-jabar.go.id/2006).
Didalam kerangka pendidikan nasional, pendidikan terbagi dalam dua pendidikan, yaitu pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Setelah dicanangkan pendidikan dasar 9 tahun sesuai undang-undang no.2 Tahun 1989 tentang pendidikan. Hal ini menunjukan bahwa pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat. Jenjang pendidikan meliputi pendidikan formal dan pendidikan non formal. Pendidikan dicapai dengan menempuh bangku sekolah dasar SD, SLTP, SMU dan perguruan tinggi. Sedangkan pendidikan non formal dapat melalui kursus-kursus atau pelatihan. Didalam kerangka pendidikan nasional, terbagi dalam dua, yaitu pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Setelah dicanangkan pendidikan dasar 9 tahun sesuai undang-undang No. 2 tahun 2000 tentang pendidikan. (Sisdiknas, 2003).
Dengan wajib belajar 9 tahun memang telah banyak meningkatkan taraf pendidikan masyarakat kita. Pada tahap pendidikan dasar (SD sampai dengan SLTP). Namun untuk pendidikan yang lebih tinggi (SLTA dan perguruan tinggi) masih belum seperti yang diharapkan terutama di daerah pedesaan.

4.  Mastitis
a.  Definisi
Menurut Morton (dalam Poedianto, 2002 : 80 ) mastitis adalah peradangan pada payudara. Payudara menjadi merah, bengkak kadangkala dikuti rasa nyeri dan panas, suhu tubuh meningkat. Mastitis dapat disertai atau tidak disertai infeksi. Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis laktasional atau  puerpuralis. Kadang-kadang ini dapat menjadi fatal bila tidak diberi tindakan yang adekuat. Abses payudara, pengumpulan nanah lokal dalam payudara, merupakan komplikasi yang berat dan memerlukan biaya yang sangat besar.

Mastitis dapat terjadi pada semua populasi dengan atau tanpa kebiasaan menyusui. Menurut penelitian menunjukkan bahwa gangguan pada umumnya tejadi pada tahun pertama sesuai persalinan adalah mastitis, yakni sekitar 17,4%. Dan sekitar 41% kasus mastitis justru terjadi pada bulan pertama setelah melahirkan. (Poedianto, 2002 : 80 ).
Mastitis dapat terjadi pada semua populasi dengan atau tanpa kebiasaan menyusui. Menurut penelitian menunjukkan bahwa gangguan pada umumnya tejadi pada tahun pertama sesuai persalinan adalah mastitis, yakni sekitar 17,4%. Dan sekitar 41% kasus mastitis justru terjadi pada bulan pertama setelah melahirkan. (Poedianto, 2002 : 80 ).
b.  Faktor-faktor Penyebab Mastitis
Terdapat dua penyebab utama mastitis yaitu statis ASI dan infeksi. Statis ASI biasanya merupakan penyebab primer yang dapat disertai atau berkembang menuju infeksi. (Riordan Kathleen, 1993 : 67 ).
Jika puting susu lecet, saluran payudara tersumbat atau pembengkakan payudara tidak ditangani dengan baik bisa berlanjut menjadi radang payudara. Payudara akan terasa bengkak, sangat sakit, kulitnya berwarna merah dan disertai demam. Jika sudah terinfeksi, payudara akan bengkak dan terasa nyeri, terasa keras saat diraba dan tampak memerah. Permukaan kulit dari payudara yang terkena infeksi juga tampak seperti pecah-pecah. Badan demam seperti terserang flu. Namun bila terkena sumbatan tanpa infeksi, biasanya badan tidak terasa nyeri dan tidak demam. Pada payudara juga tidak teraba bagian yang keras dan nyeri, serta merah (www.conectique.com/tips solution/2007, ).
Penyebab mastitis menurut Riordan J and Aurbach (1993) adalah :
1.    Statis ASI
Statis ASI terjadi jika ASI tidak di keluarkan dengan efisien dari payudara. Hal ini dapat terjadi bila payudara terbendung segera setelah melahirkan atau setiap saat bila bayi tidak menghisap ASI, yang dihasilkan dari sebagian atau seluruh payudara penyebabnya termasuk isapan bayi yang buruk pada payudara, pengisapan yang tidak efektif, pembatasan frekuensi dan durasi menyusui serta sumbatan pada saluran ASI.
2.  Infeksi
Patogen yang paling sering diidentifikasi adalah staphylococus aureus. Pada mastitis infeksius, ASI dapat terasa asin akibat kadar natrium dan klorida yang tinggi merangsang penurunan aliran ASI.
Gangguan ini disebabkan oleh bakteri. Umumnya bakteri bakteri tersebut menular melalui mulut ke hidung atau tengorokan bayi ke dalam saluran ASI melalui puting susu yang pecah-pecah atau terluka.
Penyebab lainnya adalah tidak kosongnya payudara secara tuntas seusai menyusui, serta rendahnya daya tahan ibu sehingga rentan terkena berbagai penyakit. Seorang ibu yang baru melahirkan biasanya memang akan merasa kecapaian, stress dan mungkin saja tidak sempat makan secara teratur.

c.  Gejala Mastitis
Beberapa indikasi yang menunjukan terjadinya gejala mastitis :
1. Tiba-tiba muncul rasa gatal pada puting dan berkembang menjadi adanya rasa nyeri saat bayi menyusui.
2.    Timbulnya rasa demam dan kemerahan disekitar area hisapan dapat pula disebabkan mastitis. Sisi yang mengalami sumbatan sumbatan duktus akan menunjukan warna kemerahan dibandingkan daerah lainnya.
3.  Ibu merasakan gejala menyerupai flu seperti demam, rasa dingin        
sementara tubuh merasa pegal dan sakit. (www.infobunda.com/pages/asi/index, ).
d.  Faktor – faktor yang sering memperberat Mastitis
a.      Luka atau fisura pada puting.,
b.      Riwayat mastitis
c.      Pemberian makan yang buruk pada bayi
d.      Jarang memberikan payudara ke anak.
e.      Kelemahan dan stress.(Riordan, 1993: 68).
e.  Pencegahan Mastitis
Mastitis sangat mudah dicegah bila menyusui dilakukan dengan baik sejak awal untuk mencegah keadaan yang meningkatkan statis ASI, dan bila tanda ini seperti bendungan, sumbatan saluran payudara dan nyeri puting susu harus diobati dengan cepat.
 Sama dengan penyakit lain, mastitis bisa dihindari jika ibu yang baru melahirkan cukup istirahat dan bisa secara teratur menyusui bayinya agar payudara tidak menjadi bengkak. Gunakan BH yang sesuai dengan ukuran payudara. Serta usahakan untuk selalu menjaga kebersihan payudara dengan cara membersihkan dengan kapas dan air hangat sebelum dan sesudah menyusui. (www.conectique.com/tips solution/2007, ).
Untuk menghambat terjadinya mastitis ini dianjurkan untuk menggunakan bra atau pakaian dalam yang memiliki penyangga yang baik pada bagian payudaranya. Pengurutan payudara sebelum laktasi merupakan salah satu yang sangat efektif untuk menghindari terjadinya sumbatan pada duktus. Usahakan untuk selalu menyusui dengan posisi dan sikap yang benar. Kesalahan sikap saat menyusui dapat menyebabkan terjadinya sumbatan duktus. Menggunakan penyangga bantal saat menyusui cukup membantu menciptakan posisi menyusui yang lebih baik. (www.infobunda.com/pages/asi/index, ).
1.  Pemeliharaan kesehatan Payudara
Wanita dan siapa saja yang merawatnya perlu mengetahui tentang penatalaksanaan menyusui yang efektif, pemberian makan bayi dengan adekuat dan tentang pemeliharaan kesehatan payudara dengan cara :
a.    Mulai menyusui dalam 1 jam atau lebih setelah melahirkan yang mengalami komplikasi.
b.    Memastikan bahwa bayi menghisap payudara dengan baik.
c.    Menyusui tanpa batas dalam hal frekuensi atau durasi dan membiarkan bayi selesai menyusui satu payudara dulu sebelum memberikan yang lain.
d.    Cukup istirahat, segera ketempat tidur dan berbaring selama mungkin
e.    Mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang selama masa menyusui.
f.      Meningkatkan daya tahan tubuh dengan banyak minum air putih dan jus buah segar yang tidak bergula merupakan pilihan yang baik.
g.    Susui bayi dalam posisi benar.
h.    Jangan sekali-kali menunda atau mengabaikan saat-saat menyusui. Bila ibu menunda menyusui, atau bila bayi enggan menyusui, pompalah ASI atau perahlah ASI untuk melunakan payudara dan mengosongkannya lagi.
i.      Jangan memakai BH terlalu ketat atau memakai kawat untuk menyangga payudara. (Riordan, 1993: 68).
2.  Penatalaksanaan yang efektif pada saluran ASI yang tersumbat
a.    Terus menyusui pada bagian payudara yang saluran ASI nya tersumbat.
b.    Melancarkan aliran ASI yang terganggu, salah satu cara untuk melakukannya adalah mengatur posisi bayi menyusui sehingga dagunya “menghadap” bagian payudara yang keras. Posisi menyangga kepala merupakan posisi menyusui terbaik.
c.    Mengompres payudara (dapat juga dengan botol posisi air panas) ketika menyusui atau menghangatkan bagian payudara yang bermasalah beberapa menit sebelum menyusui.
d.    Banyak beristirahat (jangan tidur tengkurap, karena dapat memberi            tekanan pada payudara)
e.    Jangan gunakan BH atau pakaian yang ketat.
(Bony Danuatmaja, 2003 : 50)
f.  Penanganan Mastitis
Untuk menangani mastitis diantaranya dilakukan dengan cara :
a.     Melanjutkan menyusui.
b.     Berikan kompres hangat pada area yang sakit.
c.     Tirah Baring bersama bayi sebanyak mungkin.
d.     Jika bersifat infeksius, barikan analgesik non narkotik, antipretik (ibuprofen, setaminofen) untuk mengurangi demam dan nyeri.
e.     Pantau suhu tubuh akan adanya demam.
Cara mengurangi efek mastitis untuk memperpendek durasi mastitis, diantaranya adalah :
a) Segeralah tidur bila menduga adanya mastitis dan istirahatlah dengan benar.
b) Konsumsi echinacea dan vitamin C untuk meningkatkan sistem imun dan   membantu melawan infeksi.
c)  Kompres daerah yang mengalami sembatan duktus dengan air hangat.
d) Bantuan pancuran air hangat (shower hangat) untuk mandi, akan sangat membantu mempercepat menghilangkan sumbatan.
f.   Tetap berikan ASI kepada bayi, terutama gunakan payudara yang sakit sesering dan selama mungkin sehingga sumbatan tersebut lama kelamaan menghilang.
g. Lakukan pemijatan ringan saat menyusui juga sangat membantu. (www.infobunda.com/pages/asi/index, ).
Jika disebabkan oleh bakteri, maka pengobatan yang tepat dengan pemberian antibotika. Mintalah pada dokter antibiotika yang baik dan aman untuk ibu yang sedang menyusui. Selain itu, bila badan terasa panas, ibu dapat meminum obat penurun panas. Kemudian untuk bagian payudara yang terasa keras dan nyeri, dapat dikompres dengan menggunakan air dingin untuk mengurangi rasa nyeri.
Bila tidak tahan nyeri, dapat meminum obat penghilang rasa sakit. Istirahat yang cukup amat diperlukan agar kondisi tubuh ibu kembali sehat dan segar. Makan-makanan yang bergizi tinggi sangatlah dianjurkan. Minum banyak air putih juga akan membantu menurunkan demam. Biasanya rasa demam dan nyeri itu akan hilang dalam 2 atau 3 hari dan anda akan mampu beraktifitas seperti semula. (www.conectique.com/tips.solution/2007, ).
Terapi mastitis yang dianjurkan untuk pasien rawat jalan :
a.         Program pilihan
Diklosasilin 500 mg peroral 4x sehari selama 7 sampai 10 hari.
b.    Program Alternatif
a)     Eritromisin 250mg-500mg peroral 4x sehari selama 7-10 hari.
b)     Klindamisin 300mg peroral 4x sehari selama 7-10 hari.


g.  Posisi menyusui dan langkah-langkah menyusui yang benar
1.   Posisi menyusui
Salah satu faktor yang mendukung keberhasilan menyusui adalah posisi yang baik. Hal ini ternyata perlu dipelajari, baik oleh ibu maupun bayi. Untuk ibu antara lain perlu belajar bagaimana cara mengatur posisi tubuh agar merasa nyaman selama menyusui. Selain itu juga perlu tahu bagaimana cara memegang bayi dengan benar agar bayi dapat menyusu dengan baik. Untuk bayi bukan saja posisi, tubuhnya ketika menyusui yang perlu benar, tetapi posisi mulut ketika menghisap pun harus benar. (Departemen Kesehatan RI, 1992 : 13).
Adapun bagaimana posisi menyusui yang biasa dilakukan adalah dengan duduk berdiri atau berbaring. Ada posisi khusus yang berkaitan dengan situasi tertentu seperti ibu pasca operasi sesar, bayi diletakan disamping kepala ibu dengan kaki di atas. Menyusui bayi kembar dilakukan dengan cara memegang bola, dimana kedua bayi disusui bersamaan kiri dan kanan. Pada ASI yang memancar (penuh), bayi ditengkurapkan di atas dada ibu tangan ibu sedikit menahan kepala bayi, dengan posisi ini bayi tidak akan tersedak. (Soetjiningsih, 1981 :84).
2.    Langkah-langkah menyusui dengan benar
a.         Sebelum menyusui ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada puting susu dan areola sekitarnya, cara ini mempunyai manfaat sebagai disinfektan dan menjaga kelembaban puting susu.
b.         Usahakan posisi ibu dan bayi cukup nyaman saat menyusui baik dalam posisi duduk yang ditopang dengan bantal atau berbaring.
c.         Peluk dan letakan kepala bayi menopang bokong bayi seperti tahap berikut ini :
a)        Letakan bayi menghadap ibu sehingga telinga dan lengannya berada pada satu garis lurus. Selanjutnya letakkan menghadap payudara sehingga dagu bayi menyentuh payudara.
b)        Sanggah bawah/dasar payudara dengan jari-jari, jangan terlalu dekat pada puting melainkan diluar areola dan tidak menjepit puting susu dengan dua jari.
c)        Bayi akan meraih payudara jika agar rangsang mulut bayi pada bagian areola sehingga timbul refleks bayi untuk mencuri puting. Mulut akan terbuka lebar dan bibir bawah menjulur, selanjutnya segera letakan sehingga lidah mencekap puting dan payudara.
d)        Pipi bayi akan kelihatan bulat karena sebagian areola yang tersisa diatas mulut bayi.
e)        Terlihat isapan yang lambat dan dalam didertai gerakan menelan yang teratur.
f)          Bayi akan tetap melekat pada payudara dengan tenang dan rasa aman sambil merangkul dengan yakin karena perhatian dan sentuhan ibu yang penuh kasih.
g)        Melepas isapan bayi. (Departemen Kesehatan RI, 1992:14).
   Setelah selesai menyusui pada satu payudara sampai terasa kosong, sebaiknya ganti dengan payudara yang lain. Cara melepas isapan bayi :
a) Jari kelingking ibu dimasukan ke mulut bayi melalui sudut kebawah
b)   Dagu bayi diletakan ke bawah.
c)    Setelah selesai menyusui, ASI
d)    Menyendawakan bayi
Tujuan menyendawakan bayi adalah mengeluarkan udara dari  lambung supaya bayi tidak muntah setelah menyusui, cara menyendawakan bayi :
a)      Bayi digendong tegak dengan bersandar pada bahu ibu kemudian punggungnya ditepuk perlahan-lahan.
b)      Bayi tidur tengkurap dipangkuan ibu kemudian punggungnya ditepuk perlahan-lahan.








B.       Kerangka Konsep Penelitian
Menurut Notoatmodjo, 2005 : 69 kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan.

Gambar 3.1
Kerangka Konsep Penelitian Gambaran Pengetahuan Ibu Post Partum Tentang Mastitis
Karakteristik
1.       Umur
2.       Pendidikan
3.       Paritas


 
Baik
 
 

Pengetahuan
 
                                                                             
cukup
 
Kurang
 
 




                                                                                   








BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.   Rancangan Penelitian
Jenis penelitian menggunakan metode deskriptif  ((Notoatmodjo, 2005 : 138) yaitu penelitian yang dilakukan dengan tujuan membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif, dimana data yang terkumpul dianalisis, dengan tujuan untuk mendapatkan Gembaran Pengetahuan Tentang Mastitis Berdasarkan Karakteristik Ibu Post Partum di Desa Cimanuk Kecamatan Cikalong Kabupaten Tasikmalaya.

B.   Variabel Penelitian
 Variabel Penelitian adalah suatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh suatu penelitian tentang suatu konsep pengertian tertentu misalnya : pengetahuan (Soekidjo Notoatmodjo, 2005 : 70)
 Adapun variabel dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu pengetahuan ibu post partum tentang mastitis (peradandgan payudara),dengan sub variabel: pengertian, penyebab, gejala, cara pecegahan, penanganan mastitis (peradangan payudara).

C.   Definisi operasional
 Definisi operasional berdasarkan beberapa faktor yang diamati, memungkinkan penelitian melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena. (Alimun, 2003). Adapun definisi operasional dapat digambarkan pada tabel sebagai berikut:
Tabel 3.1
Definisi Oprasional dan Cara Pengukurannya

Variabel
Sub Variabel
Definisi Oprasional
Alat Ukur
Kategori
Skala
Karakteristik ibu post partum
Umur
Adalah lamanya seseorang individu mengalami kehidupan sajak lahir sampai saat ini
Lembar kuisioner
- <20
- 21-35
- >35
Ordinal
Paritas
Adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin hidup, bukan jumlah janin yang dilahirkan
Lembar kuisioner
-  1-2
-  3-5
-  >5
Ordinal
Pendidikan
Adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan
Lembar kuisioner
- PT
- SMA
- SMP
- SD
Ordinal
Pengetahuan ibu post partum tentang mastitis

Segala sesuatu yang diketahui atau dijawab oleh responden tentang mastitis
Lembar kuisioner
-baik 76-100%
-cukup 56-75%
-kurang 40-55%
Ordinal



D.   Populasi dan Sampel Penelitian
1.  Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti. (Notoatmodjo, 2005 : 79).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu nifas yang ada di Desa Cimanuk dan tercatat pada estimasi persalinan bulan September  sampai Oktober  tahun 2010 sebanyak 40 orang.
2.  Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti. (Akdon, 2005 : 98).
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2006 : 131) Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang diambil sebagian sumber datanya dan dapat mewakili seluruh data (Arikunto, 2006 : 117). Pada penelitian ini Peneliti menetapkan seluruh populasi untuk dijadikan sample. Cara pengambilan sampel penelitian ini dengan menggunakan teknik ‘Total Sampling’. Apabila subjeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi, selanjutnya jika jumlah subjeknya besar  dapat dapat  diambil  antara 10 – 1 5%  atau  20 – 25 % atau lebih (Arikunto Suharsimi, 2006 :120). Karena pada penelitian ini jumlah populasi kurang dari 100 maka populasi tersebut seluruhnya dijadikan sampel yaitu sebanyak 40 responden.

E.   Teknik Pengumpulan Data dan Prosedur Penelitian
1.  Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner. Yaitu dengan membagikan kuesioner kepada ibu post partum di Desa Cimanuk kecamatan Cikalong Kabupaten Tasikmalaya.
Teknik pengumpulan ini untuk informasi yang benar, disini ada tahapan dalam pengolahan (mengolah) data, yaitu :
a.  Editing
Yaitu langkah yang diambil untuk melakukan pengecekan kelengkapan data, kesinambungan data dan keragaman data.
b.  Coding
Atau pengkodean yaitu langkah yang diambil untuk memberi kode setiap jawaban kuesioner agar memudahkan pengolahan data.
c.  Tabulating
 Adalah pengelompokan data dalam suatu bentuk tabel menurut sifat yang dimiliki sesuai tujuan penelitian dan disajikan dalam bentuk narasi dan tabel distribusi frekuensi.
2.  Prosedur Penelitian
1.  Teknik Analisa Data
 Data yang diperoleh kemudian dianalisa dengan melakukan penyeleksian data sesuai dengan kriteria yang ada. Analisa data untuk penelitian ini menggunakan perangkat lunak statistik dengan program SPSS versi 11.0. Langkah-langkah analisis data yang akan dilakukan peneliti adalah:
a.  Analisis Univariat
         Analisis yang digunakan adalah analisis univariate dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian, dalam analisis ini hanya melakukan distribusi dan presentasi dari tiap variabel. Analisis univariat menggunakan distribusi frekuensi relatif tiap-tiap kelas diubah dalam bentuk persen (%) dengan menggunakan rumus: 
Keterangan :
P = Persentase
x = Jumlah pertanyaan yang benar
y = Jumlah seluruh pertanyaan
Adapun bentuk analisa dan interprestasi data dari hasil penelitian yang diperoleh dikumpulkan dalam bentuk tabel.
     a.   Baik jika pertanyaan dijawab benar oleh responden 76-100%.
     b.   Cukup jika pertanyaan dijawab benar oleh responden 56-75%.
     c.   Kurang jika pertanyaan dijawab benar oleh responden 40-55%
2.  Instrumen Penelitian
Data yang diambil adalah data primer yang diperoleh secara langsung dari responden dengan menggunakan angket atau kuesioner yang telah dibuat oleh peneliti untuk pertanyaan pengatahuan ibu-ibu dalam bentuk kuesioner pilihan ganda. (Arikunto, 2006 : 152).

a.  Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan dan kesahihan suatu instrumen, uji validitas dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui alat ukur tersebut benar-benar mengukur pa yang perlu diukur yaitu dengan melihat  korelasi antara nilai tiap-tiap item pertanyaan dengan nilai total. Teknik korelasi Product Moment digunakan untuk menentukan validitas. Adapun ketentuan pengujian dengan menggunakan sinifikansi adalah apabila nilai signifikan ≤ 0,05. Item pertanyan dikatakan valid dan sebaliknya jika nilai signifikansi > 0,05 maka item pertanyaan dikatakan tidak valid. Hasil akhir uji validitas menyatakan bahwa seluruh pertanyaan dalam kuisioner memenuhi nilai signifikansi atau valid. (Arikunto, 2006 : 168).
Jika instrumen dikatakan valid berarti menunjukkan alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data itu valid, sehingga valid berarti instrument tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. (Sugiono, 2004 : 1).
Berdasarkan jumlah responden diketahui sampel sebanyak 40 orang, maka diketahui sesuai tabel koefisien dengan N 40 pada α 0,05, didapatkan nilai validitas sebesar 0,2172, sedangkan hasil uji validitas pada penghitungan SPSS nilai alfha sebesar α 0,719 > 0,2172 sehingga kuesioner penelitian yang disebarkan pada 40 responden dinyatakan valid.
b.  Uji Realibilitas
Uji reabilitas dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan untuk digunakan sebagai alat pengumpul data. Teknik pengukuran reabilitas yang digunakan adalah tekhik belah dua, (Hidayat, 2007).
Pada uji reabilitas dilakukan terhadap 25 item kuesioner tentang pengetahuan dengan pembagian menjadi 5 kategori; pengertian, penyebab, gejala, pencegahan, penanganan mastitis. Sehingga N=5 pada interval kepercayaan yang ditetapkan 1% ( λ 0,01 ) sebesar 0,554, sedangkan seluruh nilai reabilitas pada nilai cronbach’s Alpha if item deleted > 0,554 maka dinyatakan seluruh item kuesioner pada kategori dinyatakan realibel ( terpercaya ).










c.  Kisi-kisi Penelitian
Adapun kisi-kisi penelitian menggunakan 20 item kuesioner dengan kisi-kisi sebagai berikut :

Tabel 3.4
Kisi-kisi kuesioner
No
Jenis pertanyaan
Jml soal
item
1
Pengertian
2
1-2
2
Penyebab
5
3-7
3
Gejala
3
8-10
4
Pencegahan
4
11-14
5
Penanganan
6
15-25



























BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


 A. Gambaran Umum Tempat Penelitian
 Penelitian ini di laksanakan di Desa Cimanuk yang terletak di daerah Tasikmalaya Selatan, yaitu merupakan suatu desa yang setrategis karena berada di dekat tempat wisata karangtawulan dan dipesisir pantai. Dan juga merupakan jalur uatama taransportasi antara  Kabupaten Tasik dan Ciamis bagian Selatan.
Sebagian besar warga di Desa Cimanuk bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan.
Batas wilayah Desa Cimanuk sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Margaluyu Kecamatan Panca tengah Kabupaten Tasikmalaya, sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Hindia, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kalapagenep Kecamatan  Cikalong    Kabupaten Tasikmalaya, sedangakan sebelah Timur berbatasan dengan Desa Kertamukti dan Desa Kertaharja Kecamatan Cimerak Kabupaten Ciamis.
Menurut data statistik, Desa Cimanuk memiliki luas wilayah, yaitu:
Luas wilayah sawah 128 ha, luas perkebunan 357,5 ha, luas pemukiman umum 108 ha, luas pemukiman sawah 128 ha, luas perikanan 0,5 ha. Jadi, jumlah keseluruhan luas wilayah desa Cimanuk 722 ha.
Kondisi geografis Desa Cimanuk dari permukaan laut 8 m.curah hujan rata-rata pertahun 2.029 mm. Keadaan suhu rata-rata 20-300C.
Jumlah penduduk perempuan 1514 jiwa.
B.  Hasil Penelitian
1.  Gabaran Pengetahuan Ibu Post Partum

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Post Partum di Desa Cimanuk Kecamatan Cikalong Kabupaten Tasikmalaya 2010
No
Pengetahuan
Frekuensi
%
1
Baik
9
22,5
2
Cukup
21
52,5
3
Kurang
10
25
Jumlah
40
100

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ibu post partum yang berpengetahuan baik sebanyak 9 orang ( 22,5% ), yang berpengetahuan cukup sebanyak 21 orang ( 52,5% ), dari total responden 40 orang.

2.  Karakteristik Ibu Postpartum

1)  Umur

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Umur Ibu Post Partum di Desa Cimanuk Periode Bulan September-Oktober Tahun 2010

No
Umur
F
%
1
<20
8
20
2
21-35
21
55
3
>35
11
25

jumlah
40
100%
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa umur ibu menyusui yang umurnya 21-35 tahun sebanyak 21 orang ( 52,5% ), yang umurnya >35 sebanyak 11 orang ( 25% ), dari total responden 40 ibu post partum ( 100% ) di Desa Cimanuk.
2)  Paritas

Tabel 4.3
Disrtibusi Frekuensi Paritas Ibu Post Partum di Desa Cimanuk Periode Bulan Sepember-Oktober Tahun 2010

No
Paritas
F
%
1
1-2
11
27,5
2
3-5
16
40
3
>5
13
32,5

Jumlah
40
100%

Berdasarkan hasil penelitian menunujukan bahwa ibu post partum yang melahir kan 1-2 kali sebanyak 11 orang (27,5% ), yang melahirkan 3-5 kali sebanyak 16 oarang ( 40% ), dari total responden 40 orang ( 100% ).
Dengan demikian, ibu postpartum  di Desa Cimanuk Kabupaten Tasikmalaya periode bulan September  – Oktober tahun 2010 sebagian besar dengan kategori paritas cukup sedikit yaitu 3-5 kali melahirkan.
3)  Pendidikan

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu Post Partum di Desa Cimanuk Periode Bulan September-Oktober Tahun 2010

No
Pendidikan
F
%
1
SD
11
27,5
2
SMP
15
37,5
3
SMA
10
25
4
PT
4
10

Jumlah
40
100%

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa pendidikan ibu post partum yang berpendidikan SMP 15 orang (37,5% ), yang berpendidikan PT 4 orang ( 10% ), dari total responden 40 orang ( 100% ).
Dengan demikian, ibu postpartum di Desa Cimanuk Kecamatan Cikalong Kabupaten Tasikmalaya periode bulan September – Oktober tahun 2010 sebagian besar dengan kategori jenjang pendidikan cukup rendah yaitu SMP sebanyak 15 orang ( 37,5% ).

b.  Gambaran Pengetahuan Ibu Postpartum tentang  Mastitis

1) Berdasarkan Umur

Tabel 4.5
Gambaran pengetahuan Tentang Mastitis berdasarkan Umur Ibu Post Partum di Desa Cimanuk Periode Bulan September-Oktober Tahun 2010

No
Umur
Tingkat Pengetahuan
Baik
Cukup
Kurang
Total


F
%
F
%
F
%
F
%
1
<20
2
13,33
4
28,57
2
18,18
8
100
2
21-35
10
66,67
7
50
4
36,37
21
100
3
>35
3
20
3
21,43
5
45,45
11
100
jumlah
15
100
14
100
11
100
40
100

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa ibu menyusui yang berpengetahuan baik berdasarkan umur, yang umurnya <20 tahun sebanyak 2 orang ( 13,33% ), yang umurnya 21-35 tahun sebanyak 10 orang ( 73,34% ), dengan total 15 orang dari 40 responden.

2) Berdasarkan Paritas

Tabel 4.6
Gambaran Pengetahuan Tentang Mastitis Berdasarkan Paritas Ibu Post Partum di Desa Cimanuk Periode Bulan September-Oktober Tahun 2010

No
Paritas
Tingkat Pengetahuan
Baik
Cukup
Kurang
Total
F
%
F
%
F
%
F
%
1
1-2
4
21,05
2
18,18
c
50
11
100
2
3-5
9
47,37
5
45,45
2
20
16
100
3
>5
6
31,58
4
36,67
3
30
13
100
Jumlah
19
100
11
100
10
100
40
100

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa ibu post partum yang berpengatahuan baik berdasarkan paritas adalah ibu yang melahirkan 1-2 kali sebanyak 4 orang (21,05% ), yang melahirkan 3-5 kali sebanyak 9 orang ( 47,37% ), dengan total 19 orang dari jumlah responden 40 orang ( 100% ).
3) Berdasarkan Pendidikan

Tabel 4.7
Gambaran Pengetahuan Pengertian Mastitis Ibu Post Partum Berdasarkan Pendidikan di Desa Cimanuk Periode Bulan September-Oktober Tahun 2010

No
Pendidikan
Tingkat Pengetahuan
Baik
Cukup
Kurang
Total
F
%
F
%
F
%
F
%
1
SD
2
14,29
6
35,29
3
33,33
11
100
2
SMP
4
28,57
6
35,29
5
55,56
15
100
3
SMA
6
42,86
3
17,65
1
11,11
10
100
4
PT
2
14,29
2
11,76
0
0
4
100
Jumlah
14
100
17
100
9
100
40
100


Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa ibu post partum yang berpengatahuan baik berdasarkan pendidikan, yaitu pendidikan SD 2 orang (14,29%), pendidikan SMA 6 orang (42,86%), dengan total 14 orang dari jumlah responden 40 orang.

B.   Pembahasan
1. Gambaran Pengetahuan Ibu Postpartum tentang Mastitis

Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar pengetahuan ibu tentang mastitis cukup baik yaitu sebanyak 21 orang ( 52,5% ), berpengetahuan baik sebanyak 9 orang ( 22,5% ),
Hasil penelitian yang dilakukan di Desa Cimanuk Kecamatan Cikalong Kabupaten Tasikmaalaya periode penelitian bulan September sampai dengan bulan Oktober tahun 2010 dapat disimpulkan bahwa dari 40 responden 21 orang ( 52,5% ) berpengetahuan cukup baik tentang mastitis. Hal ini diprediksi sebagai dampak dari kurangnya pengetahuan tentang perawatan payudara dan menyusui yang efektif guna menghindari mastitis. Sebagaimana menurut Bertha Sugiarto (2002 : 20) bahwa wanita dan siapa saja yang merawat perlu mengetahui tentang penatalaksanaan menyusui yang efektif, pemberian makan bayi dengan adekuat dan tentang pemeliharaan kesehatan payudara.
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa ibu menyusui yang tidak berpengetahuan akan menghadapi masalah kecil atau besar dalam menyesuaikan diri terhadap upaya menyusui (Bobak, 2005), dan salah satu masalah tersebut diantaranya adalah mastitis.
a. Pengetahuan Ibu Post Partum Tentang Mastitis Berdasarkan Umur
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar yang berpengetahuan baik tentang mastitis berada pada kategori umur 21-35 tahun sebesar 10 orang (66,67%), dan sebagian kecil yang berpengetahuan baik berada pada kelompok umur <20 yaitu 2 orang ( 13,33% ). Sedangkan pada umur <20, hal tersebut disebabkan pada usia tersebut responden belum mempunyai pengalaman dalam pengetahuan menyusui dan kendalanya, sehingga informasi yang didapatnya pun kurang.
Hasil observasi menunjukkan pengetahuan penyebab mastitis ibu postpartum lebih banyak diketahui pada usia ibu 20 – 35 tahun hal ini diduga kejadian gejala mastitis sering terjadi pada usia ini. Sebagaimana menurut pendapat Bertha Sugiarto (2002 : 19) sebuah studi restrospektif menunjukkan bahwa wanita berumur 21-35 tahun lebih  sering menderitas mastitis daripada wanita di bawah usia 21 dan di atas 35 tahun.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003), yang menyatakan bahwa umur mempengaruhi pengetahuan seseorang, karena semakin tua usia maka pengetahuan semakin bertabah.
b. Pengetahuan Ibu Post Partum Tentang Mastitis  Berdasarkan Paritas
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar pengetahuan baik tentang mastitis berada pada paritas melahirkan yang 3-5 kali sebanyaak 9 orang ( 47,37 % ), dan sebagian kecil yang berpengetahuan baik berada pada kategori paritas dengan jumlah melahirkan 1-2 kali sebanyak 4 orang ( 21,05% ). Hal tersebut karena jumlah paritas dapat mempengaruhi pengetahuan, dan dengan demikian semaakin meningkat kemaajuan teknologi informasi memungkinkan setiap individu mendapatkan informasi dari media manapun tanpa batas, sedangkan informasi yang tepat dan akurat akan mempengaruhi pengetahuan seseorang tentang suatu objek. Begitu pula beberapa sumber informasi sangat berperan dalam mengubah pola piker ataupun pengetahuaan tentang mastitis.
Hasil observasi secara realitas menunjukkan sebagian besar ibu postpartum yang mengetahui pencegahan mastitis, keadaan ini diprediksi akibat faktor luar yaitu minimnya akses informasi kesehatan di pedesaan dan kurangnya penyuluhan kesehatan tentang mastitis oleh nakes di objek penelitian. Padahal menurut poendapat Bertha Sugiarto (2002 : 20) menyatakan bahwa mastitis dan abses payudara sangat mudah dicegah, bila menyusui dilakukan dengan baik sejak awal untuk mencegah keadaan yang meningkatkan  stasis ASI, dan bila tanda dini seperti bendungan, sumbatan saluran payudara, dan nyeri puting susu diobati dengan cepat
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Notoatmojo (2003) bahwa pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya oleh pengalaman yang diperoleh seseorang, pengalaman yang diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang tentang mastitis.
c. Pengetahuan Ibu Post Partum Tentang  Mastitis Berdasarkan Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden yang berpengetahuan baik berada pada kategori pendidikan baik SMA sebanyak 6 orang ( 42,86% ), sedangkan sebagian kecil responden yang berpengetahuan baik berada pada kategori pendidikan SD sebanyak 2 orang ( 14,29% ).
Hasil observasi keadaan ini diprediksi bahwa terdapat pengaruh dalam mengetahui gejala mastitis selain kategori pendidikan, diantaranya pada keadaan umur ibu non risti dan paritas tersebut di pedesaan cenderung disibukkan dengan pekerjaan, seperti bertani, berladang, berdagang dan sebagainya sehingga lengah dalam mengontrol terdapatnya gejala-gejala mastitis. Hal ini didukung dengan teori  Bertha Sugiarto (2002 : 13) bahwa studi restrospektif lain mengidentifikasi wanita berumur 30-34 tahun memiliki insiden mastitis tertinggi, bahkan bila paritas dan kerja purnawaktu telah dikontrol.
 Pengetahuan mastitis yang baik lebih besar diketahui oleh ibu postpartum dengan pendidikan baik, dan bukan sebaliknya oleh ibu yang memiliki jenjang pendidikan rendah. Maka hal ini sejalan dengan pendapat yang menyatakan bahwa  proses pendidikan akan menghasilkan pengetahuan untuk perubahan tingkah laku secara menyeluruh, maka makin tinggi tingkat pendidikan seseorang pengetahuan yang dimiliki makin bertambah ( Azhari, 2004 : 124).
Hal ini juga sesuai dengan teori yang didapat dimana semakin tinggi pendidikan yang ditempuh oleh seseorang, maka semakin baik pengetahuan dan lebih luas dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang rendah. ( Notoatmodjo, 2003 ).
Pendidikan juga akan membuat seseorang terdorong untuk ingin tahu, mencari pengalaman sehinggaa informasi yang diterima akan jadi pengetahuan. ( Azrul Azwar, 2000 ).

















BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.   Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat pengetahuan ibu post partum tentang mastitis yang berjumlah 40 orang di Desa Cimanuk Kecamatan Cikalong Kabupaten Tasikmalaya periode September-Oktober 2010 sebagai berikut:
1.    Pengetahuan ibu post partum tentang mastitis hampir sebagian besar mempunyai tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak 21 orang ( 52,5% ).
2.    Pengetahuan ibu post partum tentang mastitis berdasarkan karakteristik umur menunjukan hampir sebagian besar yang berpengetahuan baik berada pada kategori umur 21-35 tahun yaitu sebanyak 10 orang ( 66,67% ).
3.    Pengetahuan ibu post partum tentang mastitis berdasarkan karakteristik paritas menunjukan sebagian besar yang perpengetahuan baik berada pada kategori paritas 3-5 kali melahirkan yaitu sebanyak 9 orang (47,37% ).
4.    Pengetahuan ibu post partum tentang mastitis berdasarkan karakteristik pendidikan sebagian besar yang berpengetahuan baik berada pada kategori pendidikan SMA yaitu sebanyak 6 orang (42,68%).




B.   Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka saran yang dapat penulis sampaikan guna meningkatkan kesehatan ibu dan bayi terutama tentang menyusui dan kendalanya di wilayah kerja Desa Cimanuk Kecamatan Cikalong Kabupaten Tasikmalaya adalah sebagai berikut:
1.    Bagi Desa Cimanuk
a. Dapat meningkatkan kemampuan dan pengetahuan petugas kesehatan tentang mastitis dan cara penanganannya, dan agar selalu memberikan penyuluhan tentang kendala dalam menyusui.
b. Perlu diadakannya kegiatan untuk peningkatan pengetahuan tentang mastitis (peradangan payudara).
a)      Menganamnesis ibu, untuk mempelajari adanya penyebab nyata untuk   kesulitan ibu atau faktor predisposisi
b)      Mengamati cara menyusui, dan mengkaji apakah teknik ibu menyusui dan kenyutan bayi pada payudara memuaskan, dan bagaimana hal itu dapat diperbaiki.
c. Pembuatan poster-poster tentang mastitis (peradangan payudara) dan dipasang di posyandu-posyandu di Desa Cimanuk.
2. Bagi Institusi Pendidikan
a)    Menyediakan buku-buku materi yang lebih banyak lagi.
b)   Mengadakan pembelajaran diluar kampus/ mengadakan berbagi penelitian dan memberikan penyuluhan-penyuluhan pada masyarakat.

3. Bagi Ibu Post Partum
a)      Disarankan untuk selalu mengikuti posyandu yang ada di Desa Cimanuk supaya lebih mengetahui tentang mastitis.
b)      Dianjurkan untuk membaca poster-poster yang ada diposyandu tentang menyusui dan kendalanya.
























DAFTAR PUSTAKA
Am Fam Physician. 2008;78(6):727-731, 732. Copyright © 2008. American Academy of Family Physicians. Dapat diakses di http://www.aafp.org/afp/20080915/727.html.

American Journal of Epidemiologi Vol. 155, No. 2 : 103-114 155, No 2: 103-114 Copyright © 2002 by The Johns Hopkins University School of Hygiene and Public Health. Dapat diakses di : http://aje.oxfordjournals.org.

Azhari, Akyas. 2004. Psikologi Umum dan Perkembangan. Jakarta : Teraju PT. Mizan Publika

Bapeda. 2006. Profil Kesehatan Jabar. Dapat diakses di www.bapeda-jabar.go.id/2006

Bobak. dkk, 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Edisi 4. Jakarta :  EGC.

Chaniago, Arman Y.S. 2002. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia,Cetakan V. Bandung : CV Pustaka Setia.

Departemen Kesehatan RI, 1992. Pedoman Perawatan Ibu dan Anak. Jakarta : Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan.

Departemen Kesehatan RI. 2002. Profil Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta : Depkes RI.

Departemen Kesehatan RI. 2003. Jurnal Kesehatan Masyarakat . Data AKI dan AKB. Jakarta : Depkes RI.

Dorland, 1998, Kamus Suku Kedokteran. Jakarta : EGC.


Hurlock, EB. 1995. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga.

Kompas. 2007. Informasi kesehatan. Dapat diakses di  http://www.kompas.com/kompas-cetak/0705/05/Fokus/3504261.htm.

Notoatmodjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Sugiarto, Bertha. 2002. Data WHO, Mastitis; Penyebab dan Penatalaksanaan (Alih Bahasa). Jakarta : Widya Medika.

Suheimi, K. 2007. Konseling Kesehatan. Dapat diakses di ksuheimi.blogspot.com/2007/10/konseling.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar